"Maukah kau menjadi istriku, JooRi?!"
"Ho... HoWon... Ada apa denganmu?? Kenapa kau begini??"
"Jawab saja pertanyaanku. Maukah kau menikah denganku?!"
"Aku..."
-------------------------------------------------------------------------------------------
JooRi's POV
Pagi yang indah, seperti biasanya. Aku membuka mataku yang sepertinya tidak mau membuka ini. Aku turun dari tempat tidurku dan membasuh(?) mukaku serta menggosok gigiku. Setelahnya, aku masuk ke dapur dan mulai menyiapkan sarapan. Aku menata makanan yang telah kubuat di meja makan. Jam menunjukkan pukul 7 pagi. Aku tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepalaku. Aku melepas apron yang kupakai dan segera masuk ke kamar mandi yang ada di kamarku. Aku membersihkan diriku, bersiap-siap untuk pergi bekerja. Setelah berdandan dengan sangat cantik, menurutku, aku menengok ke arah tempat tidur.
"Lee HoWon!! Sudah jam berapa ini?! Bangun!!"
Aku membangunkan pria yang telah menjadi suamiku ini. Dia agak sedikit pemalas. Orang tuanya sangat kaya dan dia akan mewarisi kekayaan orang tuanya itu. Bagaikan mimpi bagiku bisa menikah dengan pria ini. Aku hanyalah wanita biasa saja. Keluargaku tidak kaya namun tidak miskin juga. Aku berteman dengan dia sejak kuliah. Saat pertama kali aku bertemu dengannya, aku sudah jatuh cinta padanya. Aku terus-terusan menahan rasa sukaku padanya karena aku takut kalau dia akan menolakku. Tapi 1 tahun yang lalu, secara mengejutkan dia melamarku. Kami tidak pernah berpacaran sekalipun. Hebat kan?! Tiba-tiba saja dalam sekejap, aku sudah menjadi istrinya. 10 bulan sudah kami menikah.
"Ya!! Lee HoWon!! Bangun!!"
Aigoo, dia benar-benar pemalas!!
"Ya!! Lee HoWon!! Kalau kau tidak bangun, aku akan menyirammu dengan air!! Cepat bangun!!"
Dia pelan-pelan membuka matanya. Akhirnya dia terbangun. Beginilah kegiatan rutinku setiap hari. Hal yang paling sulit dilakukan di pagi hari adalah membangunkannya. Dia akhirnya turun dari tempat tidur dan masuk ke kamar mandi. Aku menunggunya di meja makan.
Seorang istri yang menunggu suaminya di meja makan biasanya akan tersenyum. Tidak untukku. Aku duduk di depan meja makan dengan perasaan galau(?). Ya, setiap hari sejak hari pernikahan kami, aku selalu begini.
"Aku pergi dulu!!", kata HoWon tanpa menoleh sedikitpun padaku. Ya, inilah yang kumaksud. Dia tidak pernah mau makan pagi denganku. Dia selalu berangkat tanpa sarapan bahkan dia tidak pernah memberikan aku ciuman perpisahan. Dia tidak pernah melihatku ketika dia pergi bekerja. Dia akan segera memakai sepatunya begitu dia keluar dari kamar dengan rapi.
Aku selalu berakhir dengan sarapan sendiri. Aku selalu menyimpan sarapan pagi HoWon jika satu saat dia pulang lebih cepat dan lapar ketika aku belum pulang. Tapi yang kutemukan setiap hari adalah makanan tersebut masih utuh, benar-benar tak tersentuh. Aku heran sebenarnya ada apa dengannya.
Selesai sarapan, aku berangkat kerja dengan naik bus. Biarpun HoWon dan keluarganya memberikan aku mobil, tapi aku sama sekali tidak tertarik untuk mengendarainya. Aku bekerja menjadi guru di sebuah Taman Kanak-Kanak. Aku sangat menyukai anak kecil. Semoga kami akan segera memiliki anak. Mungkin dengan begitu HoWon akan merubah sikapnya.
"Selamat pagi, ibu", sapa salah seorang muridku.
"Oh, selamat pagi DaeIn. Apa kau pergi ke sekolah bersama ibumu??"
"Iya. Lihat, ibu memberiku bekal makan siang yang aku sukai"
"Wah.. Kelihatannya lezat. Nanti kita makan bersama-sama ya, DaeIn"
"Iya, bu"
DaeIn tidak pernah bisa sedekat ini dengan guru yang lain. Dia berkata kalau dia hanya menyukaiku. Dia tidak mau masuk ke kelas tanpaku. Jadi, setiap hari, dia akan berada di ruang guru bersamaku.
"JooRi!! Good morning!!"
"Waaah~!! WooHyun ahjussi!!"
WooHyun, dia merupakan temanku dan HoWon semasa kuliah. Kami selalu bertiga kemanapun kami pergi. Dia selalu menghampiriku hampir setiap pagi hanya untuk membawakan kopi untukku. WooHyun sendiri bekerja di perusahaan keluarganya. Dia sudah mewarisi semua kekayaan keluarganya. Jadi dia bisa dengan bebas pergi kemanapun dia inginkan sebelum bekerja.
Karena dia terlalu sering datang, DaeIn sampai mengenalinya. Mereka juga tampak akrab. WooHyun yang tau kalau DaeIn ada disana setiap pagi, selalu membawakan DaeIn sebuah roti. DaeIn sangat senang dengan keberadaan WooHyun.
"Ya, Nam WooHyun!! Kau itu.. Setiap pagi kenapa kau kesini?? Kau 'kan harus bekerja. Tapi, terima kasih ya atas kopi dan rotinya. Hahaha.."
"Hmm, sama-sama. Aku 'kan sekarang seorang bos, jadi aku bebas mau datang jam berapa ke perusahaan. Hahaha.. Lagipula aku ingin bermain dengan DaeIn"
Aku tersenyum melihat kedekatan WooHyun dengan DaeIn. WooHyun juga sangat menyukai anak kecil, maka itu dia cepat akrab dengan anak-anak yang ada disana. Bahkan anak-anak menyebut kami sepasang kekasih, seperti ChunHyang dan MeongRyong. WooHyun tidak menolaknya dan malah meng-iyakan mereka. Dasar WooHyun!! Aku 'kan sudah menikah.
Jam masuk sekolah akan segera dimulai. WooHyun mengucapkan pamit kepadaku dan kepada anak-anak disana. Dia kemudian pergi ke perusahaan untuk bekerja.
Selama 4 jam, aku mengajar dan bermain bersama anak-anak. Di saat pulang sekolah, WooHyun sekali lagi akan terlihat sedang menyender di mobilnya dan menyapa anak-anak yang sudah dijemput orang tuanya. Para orang tua mengira kalau WooHyun adalah kekasihku.
"Kau sudah selesai??", tanyanya sambil menghampiriku.
"Ya. Kau ini mau apalagi?! Setiap hari selalu begini!! Mereka semua mengira kalau kau itu pacarku, tau?! Aku kan sudah....."
"Ssssttt~!! Jangan buka identitasmu disini. Ayo, kuajak kau makan siang!!"
WooHyun mendorong tubuhku memasukki mobilnya dan setelah itu, mengambil tasku yang masih ada di dalam sekolah. Beginilah dia. Dia selalu perhatian padaku. Sungguh beruntung aku memiliki teman sepertinya.
Sesampainya di restoran, WooHyun segera menarik bangku untukku. Aku tertawa kecil melihat tingkah lakunya. Aku kemudian duduk dan mulai melihat-lihat menu makanan yang kurasa harganya sangat menguras kantong. Aku tidak berani memesan apa-apa dan hanya melihat WooHyun. Dia tau apa arti dari tatapanku.
Tanpa basa-basi dia menggandeng tanganku dan kami keluar dengan lari dari restoran tersebut. Kami tertawa lepas begitu keluar dari restoran tersebut. Tiba-tiba WooHyun berhenti tertawa saat dia melihat sesuatu. Aku mau menengok melihat apa yang dia lihat hingga membuat mukanya pucat begitu. Tapi, dia dengan hitungan detik memelukku. Apa-apaan dia ini?!
Dia segera memasukkan aku ke dalam mobilnya. Setelah masuk, dia tidak segera menyalakan mobilnya.
"Pernikahanmu bagaimana?! Kau bahagia?!"
"Eh?! Apa maksudmu?! Tentu saja. Tak usah serius begitu. Tak cocok denganmu"
"Sungguh kau bahagia?!"
"Iya, aku bahagia. Kenapa sih denganmu?!"
"Tak apa-apa. Ingat, jika terjadi sesuatu, aku selalu ada untukmu. Ok?!"
"Ya.. Aku mengerti. Kau sungguh aneh"
Hari itu akhirnya aku diantar pulang oleh WooHyun. Kami tidak jadi makan siang bersama. Dia mengatakan kalau dia ada urusan mendadak di perusahaan. Aku akhirnya makan siang di rumah, sendirian.
Selesai makan siang, aku mulai mengerjakan pekerjaan rumah. Aku mulai menyapu rumah, membersihkan perabotan rumah, menyetrika pakaian yang sudah dicuci kemarin dan mencuci pakaian hari ini. Aku tersentak kaget saat melihat sapu tangan HoWon. Kenapa seperti ada noda lipstik di sana?? Entah kenapa aku seperti tertindih 10 ton besi, jatuh ke lantai. Apa ini maksud dari semua perbuatan dia?? Apa dia punya wanita lain?? Tapi kenapa secepat ini?? Pernikahan kami saja belum ada 1 tahun. Apa yang salah dariku??
Tapi aku masih percaya pada HoWon. Dia tidak mungkin berbuat seperti itu. Aku tidak mencuci sapu tangan itu tapi, aku menyimpannya di sebuah kotak. Aku menaruh kotak tersebut di lemari pakaianku.
Malam harinya, tidak seperti biasa, aku tidak menunggu HoWon pulang. Sejak aku melihat sapu tangan itu, aku malas menunggu dia pulang. Aku sudah tertidur ketika dia pulang.
HoWon's POV
Aku sangat lelah malam ini. Pekerjaanku hari ini sangat banyak ditambah keberadaan WooHyun tadi siang di kantorku. Dia mengatakan sesuatu yang aku sangat tidak paham. Aku berharap ketika aku sampai di rumah, JooRi akan memberikan senyumannya padaku. Itulah yang menjadi kekuatanku selama ini.
Hah?! Apa-apaan ini?? Kenapa lampu ruang tengah sama sekali tidak menyala?? Kemana JooRi?? Biasanya dia selalu menungguku walau aku tidak pernah menghiraukannya. Aku melihat garasi, mobilnya masih ada disana. Kemana dia??
Aku membuka kamar dan melihat JooRi sudah tertidur. Aku sedikit lega namun heran. Biasanya seberapa ngantuknya dia, pasti dia akan menungguku pulang. Kenapa dengan hari ini?? Aku melihat ke dapur. Sarapan pagi yang biasa dia siapkan untukku tidak ada lagi disana. Aku menemukannya di tempat sampah. Apa ini?? Biasanya dia tidak pernah membuang makanan untukku.
Aku duduk di ruang tengah dan kembali teringat dengan kata-kata WooHyun tadi siang.
"Lee HoWon, aku peringatkan kau!! Kalau kau berani menyakiti JooRi, aku tidak akan segan-segan mengambilnya darimu!! Jangan sampai aku melihat JooRi menangis!! Jika itu terjadi, bersiaplah melepaskan JooRi untuk selamanya!!"
Apa maksudnya?! Apa dia menyukai JooRi?? Tapi kenapa dia tidak mengatakannya padaku?? Sejak kapan?? Sejak kuliah?? Dia pasti akan menceritakannya padaku kalau dia memang suka pada JooRi. Lagipula apa maksudnya aku membuat JooRi menangis?? Apa jangan-jangan dia sudah tau??
(FLASHBACK)
Aku tak mau dijodohkan!! Aku benci dijodohkan!! Aku memiliki masa depan dan pilihanku sendiri!! Orang tuaku kenapa bisa egois seperti ini?? Aaaaaargh~!!! Untung saja aku menguping pembicaraan mereka. Aku harus cari cara agar orang tuaku mau melepaskanku dari perjodohan tak masuk diakal ini. Tapi bagaimana??
Rrrrrrt.. Rrrrrrrt..
Hmm?! Handphoneku?? Siapa?? JooRi?? Mau apa dia malam-malam begini??
"Oh, JooRi-ya"
"HoWon!! HoWon!! Lee HoWon!!"
"Ya?! Aku disini. Ada apa?!"
"HoWon, aku diterima di sekolah keponakanku!! Aku akan bekerja disana mulai minggu depan!! Akhirnyaaaaa~ Ini pekerjaan pertamaku!! Hey, jangan beritahu WooHyun ya!! Aku hanya memberitahumu!! Mau 'kan kau merayakannya denganku?? Besok aku tunggu ya di depan Starduck Coffee. Bye~!!"
Wow.. Dia ini semangat sekali. Bahkan larut malam begini. Dasar!! Tapi lucu juga punya teman seperti dia. Eh?! Tunggu dulu!! Dia bisa kujadikan alat agar orang tuaku tidak menjodohkanku!! Benar!! Aku akan bilang pada orang tuaku kalau aku sudah punya pacar dan akan segera menikah. Aku akan membawa JooRi ke rumah sebagai bukti walaupun aku hanya menganggapnya sebagai teman.
Keesokan paginya, aku dengan bersemangat masuk ke ruang kerja ayahku.
"Ayah, aku akan segera menikah. Aku mempunyai kekasih saat ini dan kami, akan segera melangsungkan pernikahan"
"Oh ya?! Bawa dia ke rumah malam ini. Jika benar, pernikahan kalian akan ayah percepat. Jika kau bohong, ayah akan menjodohkanmu"
"Eh?! Kenapa ayah begitu ingin aku menikah??"
"Ayah ingin segera menggendong cucu. Kau tau kakakmmu sampai sekarang belum bisa memberikan itu. Mengerti sekarang?!"
"Oh, iya kau mengerti"
Gawat!! kalau begini caranya, aku benar-benar akan menikah dengan JooRi!! Memang JooRi itu cantik, tapi apa keluargaku akan menerima dia karena keluarganya tidak kaya?! Aduh, kenapa aku jadi bingung begini?!
2 jam sebelum aku menemui JooRi, aku berhenti di sebuah toko perhiasan. Aku melihat sebuah cincin yang sangat indah. Aku membayangkan JooRi memakainya. Pasti cantik sekali di jarinya. Aku ingin membelinya. Tapi, kenapa denganku ini?! Aku 'kan hanya memakainya sebagai alat agar perjodohanku dibatalkan. Tapi, apa salahnya aku beli ini untuk dia?! Bilang saja ini hadiah selamat atas pekerjaannya. Baiklah, aku beli saja.
"HoWon!! Terima kasih ya, sudah datang. Aku senang sekali bisa berkumpul dengan teman-temanku di saat bahagia ini"
"Heh?! teman-teman?? Siapa lagi yang kau undang??"
"Tentu saja WooHyun. Siapa lagi. hahaha.."
"Uhmm.. JooRi.."
"Ya?!"
"Maukah kau menjadi istriku, JooRi?!"
"Ho... HoWon... Ada apa denganmu?? Kenapa kau begini??"
"Jawab saja pertanyaanku. Maukah kau menikah denganku?!"
"Aku... Tentu saja aku mau. Tapi kenapa tiba-tiba begini??"
"Aku sebenarnya sudah merencanakan ini dari lama. Aku... Aku menyukaimu sejak lama"
"Hah?! Lalu kenapa kau tidak mengatakannya padaku?! Aku juga menyukaimu, bodoh!!"
Aku mengeluarkan cincin yang kubeli tadi. Aku malah melamarnya dengan cincin ini. Dia menerima cincin itu dengan menangis. Aku tau itu tangisan terharu. Apa yang sudah kulakukan pada gadis polos ini?! Aku pasti akan menyakitinya suatu saat nanti.
Aku mengajaknya ke rumahku setelah makan malam bersama WooHyun. Dia banyak diam setelah mengetahui kalau aku dan JooRi akan segera menikah. Biasanya dia anak yang ceria.
Tanpa diduga, keluargaku sangat menyukai JooRi. Mereka mengatakan kalau JooRi memiliki aura yang sangat bagus. Dan begitulah, akhirnya aku menikah dengannya dalam waktu 2 bulan setelah hari itu. Tapi aku benar-benar masih belum bisa mencintai dia. Bisa dibilang kalau dia adalah pelarianku dari perjodohan. Aku sungguh kejam bukan?!
(FLASHBACK END)
Apa jangan-jangan WooHyun sudah tau?? Aku 'kan tidak pernah mengatakan itu pada siapapun. Bahkan JooRi dengan polos tidak bertanya lagi kepadaku kenapa aku ingin menikahi dia. Aku semakin keras berpikir tentang kata-kata WooHyun hingga tak terasa aku tertidur di sofa.
Sepertinya baru sebentar aku tertidur tapi kenapa panas matahari menyengat sekali di wajahku?! Aku membuka mata dan menemukan diriku berada di bawah selimut. JooRi?! Apakah dia yang menyelimutiku?! Tapi itu tidak seperti JooRi yang biasa. Dia pasti akan membangunkanku dan menyuruhku tidur di kamar.
"Kau sudah bangun?!"
Suara itu. Entah sejak kapan aku merindukan suara itu. Padahal baru semalam aku tidak mendengar suaranya. Aku menoleh ke arah pintu kamar. Dia sudah selesai mandi dan siap pergi bekerja.
"Sarapanmu ada di meja. Aku pergi dulu. Oh ya,kalau kau tak mau makan sarapannya, buang saja!!"
Hey, kenapa dia jadi ketus begitu?! Apa aku berbuat salah padanya?!
"JooRi-ya~", aku mencoba memanggil namanya saat dia sedang memakai sepatu kerjanya. Dia sama sekali tidak menoleh.
"JooRi-ya!!"
"Oh?!"
"Ada apa denganmu hari ini?!"
"Entahlah aku juga bingung dengan diriku sendiri. Kepalaku pusing jadi tak bersemangat. Sudahlah, aku pergi dulu ya!!"
Tiba-tiba JooRi mencium keningku sebelum dia keluar dari pintu rumah. Aku tersentak kaget. Aku tidak pernah melakukan itu padanya. Aku merasa bersalah padanya.
Aku melihat JooRi dari jendela. Hah?! Dia tidak pakai mobil?! Apa setiap hari dia juga tidak memakai mobil?!
Tiba-tiba aku melihat segerombolan orang berlarian ke depan rumahku. Ada apa?! Mereka terlihat panik. Bahkan sepertinya ada yang menelepon ambulans. Aku menyipitkan mataku,melihat lebih jelas. Mataku melebar seketika saat kulihat JooRi terbaring disana. Dengan segera aku lari keluar rumah dan menghampiri JooRi.
"Tuan,wanita ini keluarga anda?!",tanya seseorang padaku.
"Ya,dia istriku. Ada apa dengannya?!"
"Oh?! Dia tadi tiba-tiba pingsan. Kami sudah memanggil ambulans. Anda tenang saja"
"Ah,terima kasih banyak. JooRi-ya~"
JooRi's POV
Dimana aku?! Apa yang terjadi denganku?! Kenapa kepalaku rasanya berat sekali?! Badanku pun rasanya susah untuk bergerak. Oh?! HoWon?! Sedang apa dia di luar?! Dokter?! Aku di rumah sakit?! Kenapa?!
Aku melihat wajah HoWon yang agak sedikit berbinar. Entahlah dia seperti senang tapi juga sedih. Sebenarnya ada apa dengan diriku?! Dokter berbicara sangat serius padanya. Apa aku terjangkit penyakit mematikan?!
HoWon membungkuk setelah dokter selesai bicara dengannya. Dia masuk ke dalam ruanganku. Dia tersenyum saat melihat diriku sudah sadar dari pingsanku. Senyuman itu tak pernah ada selama ini. Bisa dibilang ini pertama kalinya dia tersenyum padaku. Aku mencoba duduk dan tiba-tiba dia menyuruhku untuk berbaring lagi.
"Ada apa denganku?!",tanyaku dengan suara yang masih agak lemah.
"JooRi-ya~ Mulai sekarang kau harus mendengarkan perkataanku!! Aku tidak mau terjadi apa-apa denganmu,ok?!"
"Memangnya ada apa sih?!"
"Kau... Aku... Kita..."
"Ya?!"
"Kita akan menjadi orangtua. Kau sedang hamil 2 minggu"
Aku terdiam mendengarnya. Bisa dibilang tanpa ekspresi. HoWon terlihat sangat senang tapi kenapa aku merasa sedih?! Aku merasa sesuatu yang buruk akan terjadi. Perasaanku tidak nyaman.
"Keluarlah",kataku. Terdengar sedikit dingin bagi HoWon mungkin.
"Ke.... Kenapa??"
"Aku ingin sendirian"
“Tapi.. Apa kau tidak senang sama sekali?!”
“Tentu saja aku senang. Hanya saja aku sedang ingin sendiri. Perasaanku tak nyaman”
“Ada apa?!”
“Kumohon!! Keluarlah dulu!!”
HoWon sedikit terhentak kaget saat aku menaikkan volume suaraku. Dia kemudian keluar dari kamar tempat aku dirawat untuk sementara waktu. Tiba-tiba saja aku menangis. Entah tangisan bahagia atau sedih, aku hanya ingin menangis.
Sebenarnya hatiku agak sedikit sakit ketika HoWon dengan cerianya memberitahu kalau kami akan menjadi orang tua dan dia menjadi memperdulikanku. Kenapa di saat aku hamil dia baru begitu perhatian padaku?! Pikiranku sekarang kacau dan bahkan aku sempat berpikir bahwa HoWon hanya menginginkan anak ini. Pikiranku sangat gila bukan?! Atas dasar apa aku bisa-bisanya berpikir seperti itu?!
Tak lama, seseorang mengetuk pintu. WooHyun. Dia sudah mendengar kabar ini pasti. HoWon pasti menghubunginya. WooHyun masuk ke dalam ruanganku dan hey, wajahnya tampak sedih. Ada apa dengannya?! Dia mendekatiku lalu memegang tanganku. Dia mengucapkan selamat tapi sepertinya dia menggumamkan sesuatu setelahnya. HoWon berdiri di ambang pintu sambil melihat ke arah WooHyun. Matanya seperti sedang menyelidiki sesuatu dari diri WooHyun. Tapi tak lama dia keluar dari kamar dan menjawab teleponnya. Pasti sekretarisnya. SEKRETARIS?! Kenapa tiba-tiba aku teringat akan sapu tangannya?! Ya, sekretarisnya ‘kan perempuan!!
Aku melihat HoWon berlari ke luar rumah sakit. Dia terlihat panik. Wajahnya terlihat panik bukan karena pekerjaan kurasa. Wajah itu menyiratkan kepanikan akan sesuatu yang buruk sedang terjadi pada orang yang di sayanginya. Hatiku sangat sakit. Aku diam-diam mengikutinya bersama WooHyun. Dokter mengatakan kalau kondisiku sudah membaik jadi aku sudah boleh pulang.
BINGO!! HoWon benar-benar pergi ke rumah sekretarisnya!! WooHyun membelalakkan matanya tak percaya dengan apa yang dia lihat. Terlebih lagi diriku!! Wanita itu mencium bibir suamiku!!! Aku segera meminta WooHyun mengantarku pulang. Aku takut terjadi apa-apa pada anakku.
Sesampainya di rumah, aku kembali mengeluarkan sapu tangan HoWon yang kusimpan. Aku menangis saat melihat sapu tangan itu. Kenapa dia tega melakukan ini padaku?! Kami belum lama menikah dan dia sudah memiliki wanita lain?! Tunggu!! Aku sepertinya melupakan sesuatu!! Kenapa aku baru merasakannya sekarang?! Ya, aku memang bodoh!! Dulu saat dia melamarku, kenapa aku tidak bertanya padanya kenapa dia mau menikahiku. Hahaha.. Aku memang benar-benar bodoh!! Jangan-jangan dia hanya mempermainkanku saja!! Baiklah, akan kulihat bagaimana sikapnya padaku saat ini. Aku harus berbohong padanya suatu hari. Aku harus mengatakan kalau aku keguguran. Apa yang akan dia lakukan?!
(Keesokan Harinya)
Benar saja dugaanku. Dia benar-benar berubah!! Dia bangun lebih pagi dariku dan bahkan dia membuat sarapan pagi!! Tunggu sebentar, ada apa dengan pipinya?? Kenapa memar seperti itu?! Apa dia habis dipukuli?!
“Lee HoWon!! Ada apa dengan pipimu?! Kenapa memar?!”
“Oh?! Tidak. Aku jatuh kemarin malam saat kau sudah tertidur. Oh ya, aku sudah membuatkan sarapan untukmu. Makanlah. Ini makanan yang sehat untukmu dan janinmu. Aku membacanya di—“
“Aku tak peduli kau mau membaca dimana. Terima kasih sudah membuatkan sarapan untukku. Tapi aku sungguh-sungguh tak berselera. Buang saja makanan itu. Aku akan sarapan di luar dengan WooHyun. Dia selalu membawakan sarapan untukku. Aku mau mandi dulu”
“JooRi-ya!! Ada apa denganmu?!”
“Menurutmu kenapa?! Ehm, kurasa bawaan bayi. Sudahlah, aku akan terlambat kerja!!”
Selesai mandi dan berdandan, aku segera pergi bekerja tanpa mengucapkan sepatah kata pada HoWon yang sedang bersiap-siap juga untuk pergi ke kantor. Di sekolah, DaeIn seperti biasa terus menerus menempel padaku. Aku akan sangat senang apabila anakku secantik DaeIn nanti. Tanpa sadar, aku menengok ke kanan dan ke kiri mencari sosok WooHyun. Kemana dia?! Tumben sekali dia tidak datang ke sini.
Baru aku akan masuk ke dalam bersama DaeIn, aku mendengar suara yang sangat aku kenal memanggil namaku. Aku tersenyum begitu melihat wajah WooHyun. Dia hari ini membawakanku sarapan yang berbeda. Hmm, makanan sehat untuk ibu hamil?! Aku teringat HoWon. Dia juga menyiapkan persis seperti ini tadi pagi dan aku menolaknya.
“YA NAM WOOHYUN!!”
Suara itu.. HOWON?! Sedang apa dia disini?! Apa dia mengikutiku?! Astaga, HoWon memukul wajah WooHyun!! Apa dia tidak tahu ada anak kecil yang sedang melihat?! Aku segera menyuruh DaeIn untuk masuk ke kelas sendirian. Mau apa dia di sini?! Bisa terlihat jelas kalau dia sedang marah. Kenapa dia marah?!
“Lee HoWon!! Sedang apa kau di sini?! Kenapa kau memukul WooHyun tiba-tiba?! Bukankah dia sahabatmu?!”
“Menurutmu kenapa dia datang?? Dia sepertinya takut akan sesuatu. Lebih tepatnya dia takut padaku. Tenang saja, HoWon. Aku tak akan mengingkari janjiku selama kau tidak mengingkari janjimu padaku”
“Oh ya?! Aku tentu akan menepati janjiku jadi jangan berharap banyak!!”
“Apa sih yang kalian bicarakan?! Janji?! Janji apa?!”
“Ayo ikut aku pulang!! Lebih baik kau tak usah bekerja lagi!! Aku saja yang bekerja sudah cukup!!”
“YA LEE HOWON!! Masih kurangkah pukulanku semalam?!”
“Puk—Pukulan?! Jadi kau bukan jatuh?! Ada apa dengan kalian sebenarnya, hah?!”
HoWon tidak menjawab dan dia hanya berkonsentrasi menarikku ke mobilnya. WooHyun beberapa kali berteriak memanggil nama HoWon. Kami menjadi tontonan orang-orang yang ada di sana. Sungguh memalukan!! Banyak orang tua murid disana dan mereka mulai bergosip satu sama lain.
Di mobil, dia hanya duduk diam. Dia tidak menyalakan mesinnya sama sekali. Aku hendak turun dari mobilnya tetapi tangannya tiba-tiba menahanku.
“Jangan pergi!!”
“Kau kenapa berubah 180° begini?! Biasanya ‘kan kau tidak pernah memperdulikanku!! Kenapa kau sekarang berubah?! Apa karena aku hamil?!”
Tak ada jawaban dari HoWon. Dia hanya menatap mataku tak percaya dengan apa yang baru saja kukatakan. Apa itu benar?! Apa dia takut karena aku sudah mengetahui alasan dari niat baiknya?! Tak bisa kupercaya ternyata benar begitu!! Aku hanya mengangguk pelan dan tak terasa air mataku jatuh satu per satu.
Aku memintanya untuk kembali ke rumah. Aku benar-benar tak bersemangat. Lebih baik aku mengunci diriku di kamar daripada menangis di dalam mobilnya. Lagi-lagi di saat menyetir, dia menjawab teleponnya. Suara perempuan. Sudah bisa dipastikan itu adalah sekretarisnya. Aku hanya menyunggingkan senyum kecut saat HoWon mengangkat teleponnya. Aku bahkan menyuruhnya untuk segera datang ke tempat sekretarisnya itu. Entah kenapa aku jadi muak dengan dirinya.
Apa mungkin itu karena bawaan dari bayiku?! Rasanya tak mungkin tapi tak mungkin juga aku tiba-tiba membencinya karena aku sudah sangat mencintainya sejak kami di perguruan tinggi. Ada yang aneh dengan diriku sepertinya.
Aku turun di tengah jalan dan memanggil taksi. Sesampainya di rumah, aku mengunci diriku di kamar dan menangis. Telepon genggamku berbunyi dan itu telepon dari kepala sekolah tempat aku bekerja. Ternyata HoWon sudah mengatakan pada kepala sekolah kalau aku akan keluar dari pekerjaanku karena aku sedang hamil dan dia juga membuka identitasku yang sudah menikah. Aku menangis lagi. Sekolah adalah satu-satunya tempat dimana aku bisa melupakan permasalahanku. Sekarang, dimana aku bisa melupakan semua masalahku?!
Author’s POV
Hari demi hari berlalu. Minggu demi minggu pun juga berlalu. JooRi hanya menghabiskan waktunya di rumah seperti istri-istri yang lainnya. Tetapi kali ini berbeda. Jika biasanya dia selalu membersihkan rumah sendiri, kini HoWon menyewa seorang ahjumma untuk membantu istrinya yang sedang hamil tersebut. Orang tua HoWon hampir setiap minggu datang menjenguk JooRi sejak mendengar kabar bahwa menantu mereka tersebut sedang mengandung cucu mereka.
Sikap JooRi kepada HoWon juga berubah setiap hari. JooRi selalu memperlakukan HoWon seperti apa yang HoWon lakukan padanya dulu. Cuek. Bahkan malam hari, saat HoWon ingin memeluknya di saat tidur, JooRi akan segera menepis tangan HoWon.
Sementara itu, WooHyun sudah hampir tidak pernah menemui JooRi maupun HoWon semenjak kejadian hari itu. JooRi berusaha menghubunginya tetapi WooHyun tidak pernah menjawab teleponnya. WooHyun juga sudah tidak pernah datang ke perusahaannya. Sepertinya WooHyun sengaja menghindar dari HoWon dan JooRi. Entah apa yang sedang dia perbuat. JooRi sangat mengkhawatirkan keadaan WooHyun dan itu sangat membuat HoWon marah. Ya, HoWon cemburu pada WooHyun. Bagaimana tidak?! Istrinya malah mengkhawatirkan pria lain dan bukan suaminya sendiri. HoWon sepertinya sudah tak tahan dengan sikap istrinya.
“Go JooRi, sebenarnya akhir-akhir ini kau kenapa?! Sifatmu jadi berubah total!!”
“Aku?! Berubah?! Kau sendiri juga berubah!! Aku yang harusnya bertanya padamu!!”
“Lihat kan?! Nada bicaramu menjadi tinggi saat bicara denganku. Kau lah yang berubah”
“Oh benarkah?! Kenapa aku selalu merasa kau yang justru berubah dari cuek menjadi sangat perhatian padaku. Ya, aku sudah tau jawabannya. Kau hanya menginginkan anak ini kan?!”
”Ya Go JooRi!! Jaga bicaramu!!”
“Oh?! Sekarang kau juga meninggikan nada bicaramu padaku. Ini baru Lee HoWon yang kukenal!!”
“A—Apa maksudmu?!”
”Maksudku?! Pikirkan saja sendiri!!”
“Ya!! Seharusnya kita bahagia karena kita akan menjadi orang tua. Tetapi hampir setiap hari kita bertengkar. Sebenarnya ada apa dengan kita ini?!”
“Tanyakan saja pada dirimu sendiri!! Aku mau tidur!! Oh ya, aku mau tanya, bagaimana rasanya di cueki olehku?! Itulah yang kurasakan selama 10 bulan setelah pernikahan kita!! Ya, at least aku tidak BERSELINGKUH!!”
“Se—Apa?! Selingkuh?! Apa maksudmu?!”
“Entahlah. Selamat malam!!”
JooRi masuk ke dalam kamar dan mengunci pintunya. HoWon bisa mendengar istrinya menangis di dalam kamar. Dia masih bingung dengan kata-kata istrinya. Berselingkuh?! Dia tiba-tiba teringat tentang kejadian dimana dia menurunkan JooRi di tengah jalan untuk pergi ke rumah sekretarisnya. Ia hanya terkekeh dengan kata-kata istrinya itu. Paling tidak dia mengetahui kalau istrinya sedang cemburu. Itu artinya istrinya sebenarnya masih mencintainya. Sebenarnya tidak terjadi apa-apa antara dirinya dan sekretarisnya. Memang sekretarisnya itu memyukai HoWon. Tetapi, HoWon dengan tegas mengatakan kalau dia sudah menikah dan saat itu, sekretarisnya akan bunuh diri tetapi HoWon datang dan ‘menceramahi’ sekretarisnya itu. Kini hubungannya dengan si sekretaris hanyalah hubungan bos-pegawai dan tidak lebih.
Satu hal lagi yang sedang diresahkan HoWon yaitu tentang keberadaan WooHyun. Dia takut suatu hari WooHyun akan muncul di depan istrinya dan membeberkan segala rahasia yang sudah HoWon pendam selama 1 tahun. Dia takut kalau selama ini sebenarnya WooHyun selalu ada di dekat mereka, mengawasi dirinya.
(FLASHBACK)
*note : Flashback ini hanya akan berisi percakapan..=)*
“Ya!! Aku tau kalau aku menikahinya hanya karena aku menghindar dari perjodohan konyolku. Tapi—“
“Aku tak peduli, oppa!! Aku sangat mencintaimu!! Aku tak mau hanya menjadi sekretarismu!! Kumohon!! Nikahi aku!! Kau tidak pernah mencintai istrimu ‘kan?! Ceraikan dia!!”
“Aku tak bisa!! Aku—WooHyun?!”
“WooHyun?! Oppa, siapa yang ada di sana?! Apa kau---“
“WooHyun-ah..”
“Jadi begitu?! Kau menikahi JooRi hanya demi menghindari perjodohan konyolmu?! SIALAN KAU LEE HOWON!!”
“O..Oppa?!”
“Oppa?! Ya!! Oppamu akan kuhabisi sekarang!! Dasar kau wanita sialan!! Beraninya membuat JooRi menangis!!”
“A—“
“Woo.. WooHyun-ah.. Tunggu dulu.. Dengarkan penjelasanku!!”
“TIDAK MAU!! Kau tau tidak aku sangat menyayangi JooRi?! Bukan. Lebih tepatnya aku mencintainya!! Di hari kalian mengatakan kalian akan menikah, sebenarnya adalah hari aku akan menyatakan perasaanku pada JooRi. Tapi semua hancur karena kau!! Aku juga heran sejak kapan kau menyukai JooRi hingga tiba-tiba kau mau menikahinya. Aku bodoh sekali tidak bertanya saat itu padamu mengapa tiba-tiba kalian menikah. Kau tau betapa sakitnya hatiku saat melihat kalian di altar, saling berjanji satu sama lain?! Saat itu aku berharap kau bisa menjaganya dengan baik. Tapi apa yang kudengar barusan?!”
“WooHyun-ah.. Aku—“
“APA?! Kau mau bilang apa?!”
“Aku mengaku kalau yang kau dengar semuanya benar. Tapi aku benar-benar mencintainya!! Aku benar-benar menyayanginya!!”
“Oh ya?! Bagaimana bisa?! Kau sama sekali tidak menyukainya saat kalian menikah!!”
“Aku mencintainya semenjak kami menikah!! Setiap hari aku melihatnya, betapa perhatiannya dia padaku, aku jatuh cinta dengannya!! Hanya saja aku tidak bisa mengungkapkannya!!!”
“Baik.. Bagaimana kalau JooRi mengetahui rahasiamu?! Apa dia masih akan perhatian padamu?!”
“WooHyun-ah..”
“Berjanjilah satu hal padaku. Bahagiakan dia, buat dia tertawa, jadilah suami yang baik baginya, maka aku akan menutup rahasiamu”
“Baik. Aku akan menepati janjiku. Jaga juga janjimu itu!!”
(FLASHBACK END)
HoWon benar-benar takut jika suatu hari rahasianya di buka oleh WooHyun. Dia sudah berusaha menjaga istrinya dengan baik dan menjadi suami yang pengertian tetapi sikap istrinya berubah total. Ia takut kalau-kalau WooHyun melihat istrinya sedang menangis dan segera membeberkan rahasianya. Dia tidak bisa membayangkan JooRi mengetahui rahasia itu dan rumah tangganya akan berantakan.Dia berpikir kalau hal itu terjadi, dia pasti akan menjadi gila. Beberapa kali HoWon berpikir ingin mengungkapkan rasa cintanya kepada JooRi. Tapi dia mengurungkan niat tersebut karena malu. Ya, HoWon bukan tipe orang yang dapat dengan berani mengungkapkan perasaannya langsung seperti WooHyun.
Akhirnya, 8 bulan sudah usia kandungan JooRi. Selama itu, WooHyun benar-benar hilang dari hidup JooRi dan HoWon. Setiap kali JooRi akan mengecek kehamilannya, HoWon selalu menemani istrinya itu. Itu membuat hati JooRi luluh sekali lagi kepada HoWon. Lambat laun dia sedikit demi sedikit melupakan kejadian ‘perselingkuhan’ HoWon dan melupakan alasan mengapa HoWon merubah sifatnya yang selalu dia pikirkan. Hatinya kembali terbuka untuk HoWon. Dia mulai perhatian kepada suaminya itu dan itu membuat HoWon senang. HoWon bernapas lega saat melihat perubahan sifat istrinya yang kembali seperti semula. Mungkin memang benar saat itu sifat JooRi berubah karena efek awal-awal kehamilannya. Tetapi HoWon masih belum tenang dengan hilangnya WooHyun. Itu bukan seperti WooHyun biasanya. Dia terkadang berpikir kalau WooHyun sedang menyusun rencana bagaimana memberitahu JooRi segala rahasia yang dia miliki tersebut.
Seperti biasa, pada malam hari JooRi sedang duduk di sofa ruang tengah ditemani majalah-majalahnya sambil menunggu suaminya pulang. HoWon pulang dari jam kerjanya dan kembali disambut oleh pelukan hangat istrinya. Dia membalas memeluk istrinya dan kemudian sedikit berlutut, menyetarakan wajahnya dengan perut JooRi yang semakin membesar.
“Hey, ini ayah. Apa kabarmu?? Ayah sudah tidak sabar ingin melihatmu. Ayah harap ayah bisa melihatmu dengan segera. Ayah sangat menyayangimu”
“Aku juga menyayangi ayah”, jawab JooRi menirukan suara anak-anak. Mereka berdua tertawa. HoWon mencium kening JooRi.
“JooRi-ya. Aku.. Aku mmm—“
“Ada apa?!”
“Aku..”
“Ya?!”
“Ah, tidak. Ayo istirahat”
JooRi menatap suaminya bingung. Apa yang mau dia katakan sebenarnya?! Saat JooRi mengikuti HoWon masuk ke dalam kamar, tiba-tiba ada seseorang yang mengetuk pintu rumah mereka. JooRi membuka pintu dan dia sangat terkejut saat melihat WooHyun. Dia menangis saat melihat wajah WooHyun. Dia merasa rindu melihat wajah sahabatnya tersebut. JooRi dengan segera menyuruh WooHyun masuk. Berbeda dengan JooRi, HoWon merasa terkejut dengan kehadiran WooHyun. Mukanya berubah pucat pasi saat dia melihat wajah sahabatnya itu. WooHyun memeluk HoWon layaknya seorang teman lama yang tidak pernah bertemu.
Mereka duduk di ruang tamu, mengobrol bersama. WooHyun menceritakan kemana saja dia selama ini. Walaupun mereka tertawa bersama, HoWon masih belum bisa menyembunyikan wajah paniknya. WooHyun yang menyadarinya segera mengajak HoWon keluar.
“Kau takut aku akan membeberkan rahasiamu itu kan?! Tenang saja. Selama ini aku terus mengawasimu dan kau benar-benar menepati janjimu. Aku salut padamu. Kau ternyata benar-benar mencintai istrimu yah. Tapi apa tidak sebaiknya kau jujur dengannya?! Kurasa itu akan lebih baik bagi kalian. Jadi kau tidak perlu takut lagi akan kehadiranku dan kau tidak perlu lagi memiliki rahasia yang harus ditutupi. Percayalah, aku akan membantumu. Kau sahabatku. Bagaimana?!”
“Kau memang benar. Kalau aku tidak memberitahukannya, aku akan selalu hidup dalam ketakutan. Tapi bagaimana caranya aku memberitahukan itu pada JooRi?! Dia sedang hamil sekarang. Aku tak mau terjadi apa-apa pada istri dan anakku. Aku akan memberitahukan padanya saat dia sudah melahirkan. Bagaimana?!”
“Ya, itu terserah kau. Yang penting adalah kau harus jujur pada istrimu. Aku mendukung semua keputusanmu”
Mereka tertawa berdua dan menikmati udara yang ada di luar. Tiba-tiba terdengar suara JooRi yang menjerit kesakitan disusul dengan suara pecahan gelas dari dalam rumah. HoWon dan WooHyun dengan serentak lari ke dalam rumah. Mereka menemukan JooRi sedang merintih kesakitan di lantai sambil memegangi perutnya. HoWon dengan segera menyuruh WooHyun menyalakan mobil saat melihat banyak air yang keluar dari tubuh JooRi. Malam itu, WooHyun membawa JooRi ke rumah sakit. HoWon menemani istrinya di belakang. Dia memeluk istrinya.
Tanpa basa-basi, dokter segera menyuruh HoWon untuk masuk ke ruang bersalin karena JooRi akan segera melahirkan. WooHyun mengontak semua keluarga HoWon dan JooRi dan memberitahukan kalau JooRi akan melahirkan malam itu juga.
Tepat jam 12 malam, anak pertama HoWon dan JooRi lahir. Putri pertama mereka lahir dengan sehat dan selamat. JooRi menangis saat melihat anaknya. Begitu juga dengan HoWon. HoWon mencium kening istrinya dan berterimakasih pada istrinya itu karena telah menambahkan kebahagiaan dalam hidupnya.
(1 tahun kemudian)
HoWon dan JooRi sedang merayakan ulang tahun pertama putri mereka, Lee EunMi. Teman-teman HoWon dan JooRi datang bersama anak-anak mereka. WooHyun datang sendiri dengan membawa banyak hadiah bagi anak sahabatnya. HoWon dan JooRi terlihat sangat bahagia.
“Untunglah kalian cepat berbaikan. Oh ya, ceritakan padaku bagaimana kau memberitahu JooRi tentang rahasiamu itu”, kata WooHyun pada HoWon.
“Simple saja”, jawab HoWon.
“Pamaaaaaaaan~!!”, teriak EunMi saat melihat WooHyun datang. WooHyun menggendong EunMi dan mengajaknya bermain bersama anak-anak yang lain.
“EunMi sangat menyukai WooHyun, ya. Mereka terlihat sangat cocok. Hahaha..”, kata JooRi sambil menggandeng tangan HoWon.
“Ya, mereka sangat akrab. Hahaha.. Oh, JooRi-ya. I Love You~!!”, kata HoWon sambil mencium pipi JooRi.
“Aku juga. Selalu dan selamanya”, balas JooRi sambil memeluk suaminya.
**********
(Flashback)
Dua bulan setelah kelahiran EunMi, HoWon mengajak JooRi berjalan-jalan di taman. EunMi sedang berada di rumah orang tua HoWon. Hari itu, HoWon akan mengungkapkan semua rahasianya yang sudah disimpannya selama hampir 1 tahun. Dia sudah siap apabila JooRi marah dan berniat menceraikannya.
“JooRi-ya, ada yang harus kukatakan. Kuharap kau bisa mendengarkanku dan memaafkanku”
“Oh?! Ada apa??”
“Kau ingat saat aku melamarmu secara tiba-tiba??”
“Iya, aku ingat. Kenapa??”
“Sebenarnya hari itu, aku melamarmu dan menikahimu karena aku akan dijodohkan. Aku tidak mau dinikahkan dengan seseorang yang tidak kukenal. Kuakui saat itu aku hanya menggunakanmu sebagai alat agar aku terhindar dari perjodohanku. Tak kusangka orang tuaku malah benar-benar menginginkan kita untuk menikah”
“Jadi… Kau…”
“Maafkan aku.. Dengar dulu penjelasanku lebih lanjut”
“Lee HoWon… Aku sungguh kecewa”
“JooRi!! Kau boleh marah padaku tetapi dengar dulu!!”
“Aku tak menyangka kalau kau… Pantas saja aku heran saat kau melamarku secara tiba-tiba dan menikahiku. Kalau kau memang mencintaiku, kau tak mungkin mengacuhkan diriku. Sekarang aku tau jawabannya”
“Aku tau aku salah. Tapi apa masuk diakal jika aku tidur denganmu tapi aku tidak mencintaimu?! Kau tau saat malam pertama kita, aku sama sekali tidak menyentuhmu. Aku memang belum jatuh cinta padamu. Tapi hari demi hari, hatiku berdegup kencang saat melihatmu yang begitu perhatian padaku. Hatiku luluh dengan kebaikanmu. Maka itu kita…”
“Oh ya?! Benarkah?!”
“Ya, itu benar. Saat aku mengetahui kalau kau hamil, aku semakin bahagia dan yakin bahwa keputusanku untuk menikahimu adalah benar. Aku benar-benar mencintaimu. WooHyun.. Dia tau semuanya. Dia membantuku menutupi rahasia ini agar kau bisa bahagia. Dia tau kalau kau sangat mencintaiku. Kau tau, dia sangat mencintaimu?!”
“Apa?! WooHyun?!”
“Ya.. Dia sangat mencintaimu bahkan sampai memukulku dan mengancamku agar aku menjagamu. Dia mengancam akan memberitahukan semua rahasia ini padamu apabila aku membuatmu menangis. Tetapi, ternyata aku bisa membahagiakanmu kan?!”
“YA LEE HOWON!! Kau benar-benar….”
“Maafkan aku. Hatiku juga sangat sakit ketika kau bersikap acuh padaku. Mungkin itu memang pembalasan yang tepat untukku. Kau tau tidak setiap kali kau mengacuhkanku, aku ingin berteriak padamu, Apa Kau Sama Sekali Tidak Tahu Isi Hatiku?! Tapi aku memang bodoh, tidak pernah bisa mengatakan ini. Tapi sekarang aku, Lee HoWon, akan mengatakannya padamu. JooRi-ya, saranghae~!!”
Air mata jatuh turun di pipi JooRi dengan sangat deras. Dia akhirnya mengetahui rahasia suaminya. Tapi entah kenapa dia tidak bisa marah dengan suaminya itu. Dia semakin menangis saat mendengar kata-kata “mencintaimu” yang keluar dari mulut suaminya.
JooRi menarik kerah baju HoWon dan mencium suaminya itu.
“Bodoh!! Kenapa kau baru memberitahuku sekarang?? Tapi… Aku juga tidak bisa marah padamu. Ada apa ini?! Kau menusuk hatiku tapi kau juga yang mengobatinya. HoWon-ah, aku juga mencintaimu. Jangan pernah menyakiti hatiku lagi, oke?! Teruslah berada disisiku dan EunMi. Kau mengerti?!”
“Oh, aku tahu. Aku akan selalu berada di sisi keluargaku selamanya. Terima kasih karena kau bisa memaafkanku. Kupikir kau akan menceraikanku”
“Itu maumu ya?? Aku bisa saja menceraikanmu. Hahaha~!!”, ledek JooRi sambil berlari menjauh dari HoWon.
“Ya!! Kau tidak akan pernah bisa pergi dariku, JooRi~!! Hahaha~!!”, kejar HoWon.
-THE END-